Berikut matriks persyaratan dan tata cara pengajuan Hak Uji peraturan
perundang-undangan ke Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi:
PENGAJUAN JUDICIAL
REVIEW KE MAHKAMAH AGUNG
|
PENGAJUAN JUDICIAL
REVIEW KE MAHKAMAH KONSTITUSI
|
Kewenangan Mahkamah Agung (“MA”) terkait
dengan judicial review adalah sebagai berikut:
a. MA mempunyai wewenang menguji
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang.
b. MA menyatakan tidak sah peraturan
perundang-undangan di bawah undang-undang atas alasan bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau pembentukannya tidak
memenuhi ketentuan yang berlaku.
(Lihat Pasal 31 ayat [1] dan
[2] UU 5/2004)
Permohonan pengujian peraturan
perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang
diajukan langsung oleh pemohon atau kuasanya kepada MA dan
dibuat secara TERTULIS dan rangkap sesuai
keperluan dalam Bahasa Indonesia (lihat Pasal
31A ayat [1] UU 3/2009).
Permohonan judicial reviewhanya
dapat dilakukan oleh pihak yang menganggap haknya dirugikan oleh
berlakunya peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, yaitu:
a. perorangan warga negara Indonesia;
b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan perkembanganmasyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang; atau
c. badan hukum publik atau badan hukum privat.
(lihat Pasal 31A ayat [2] UU 3/2009)
Permohonan sekurang-kurangnya harus memuat:
a. nama dan alamat pemohon;
b. uraian mengenai perihal yang menjadi dasar
permohonan dan menguraikan dengan jelasbahwa:
1. materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang dianggap
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi;
dan/atau
2. pembentukan peraturan perundang-undangan
tidak memenuhi ketentuan yang berlaku; dan
c. hal-hal yang diminta untuk diputus.
(lihat Pasal 31A ayat [3] UU 3/2009)
Permohonan judicial review ke
MA diatur lebih rinci dalam Perma No. 1 Tahun 2004 tentang Hak Uji
Materiil (“Perma 1/2004”)dengan menggunakan terminologi Permohonan
Keberatan. Permohonan keberatan diajukan kepada MA dengan cara:
a. Langsung ke MA; atau
b. Melalui Pengadilan Negeri yang membawahi
wilayah hukum tempat kedudukan Pemohon. (lihat Pasal 2 ayat [1] Perma
1/2004)
c. Permohonan Keberatan diajukan dalam tenggang
waktu 180 hari sejak ditetapkan peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan (Pasal 2 ayat [4] Perma 1/2004).
d. Pemohon membayar biaya permohonan pada saat
mendaftarkan permohonan keberatan yang besarnya akan diatur tersendiri (Pasal
2 ayat [5] Perma 1/2004).
e. Dalam hal permohonan keberatan diajukan
langsung ke Mahkamah Agung (Pasal 3 Perma 1/2004):
i. Didaftarkan di Kepaniteraan Mahkamah Agung;
ii. Dibukukan dalam buku register permohonan;
iii. Panitera Mahkamah Agung memeriksa
kelengkapan berkas dan apabila terdapat kekurangan dapat meminta langsung
kepada Pemohon Keberatan atau kuasanya yang sah;
f. Dalam hal permohonan keberatan diajukan
melalui Pengadilan Negeri (Pasal 4 Perma 1/2004):
i. Didaftarkan pada kepaniteraan Pengadilan
Negeri;
ii. Permohonan atau kuasanya yang sah membayar
biaya permohonan dan diberikan tanda terima;
iii. Permohonan
dibukukan dalam buku register permohonan;
iv. Panitera Pengadilan Negeri memeriksa
kelengkapan permohonan
keberatan yang telah didatarkan oleh Pemohon atau kuasanya yang sah, dan
apabila terdapat kekurangan dapat meminta langsung kepada pemohon atau
kuasanya yang sah.
|
Berdasarkan ketentuan Pasal 1
angka 3 huruf a jo. Pasal 10 UU MK, salah satu kewenangan Mahkamah
Konstitusi (“MK”) adalah menguji undang-undang terhadap UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemohon judicial reviewadalah
pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan
oleh berlakunya undang-undang, yaitu (Pasal 51 ayat [1] UU MK):
a. perorangan warga negara Indonesia;
b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;
c. badan hukum publik atau privat; atau
d. lembaga negara.
Permohonan wajib dibuat dengan uraian yang
jelas mengenai pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (lihat Pasal 30 ayat [1] UU MK).
Permohonan diajukan secara tertulis dalam
Bahasa Indonesia dan ditandatangani oleh Pemohon atau kuasanya dalam 12
rangkap (lihat Pasal 29 UU MK) yang
memuat sekurang-kurangnya:
a. Identitas Pemohon, meliputi:
i. Nama
ii. Tempat tanggal lahir/ umur - Agama
iii. Pekerjaan
iv. Kewarganegaraan
v. Alamat Lengkap
vi. Nomor telepon/faksimili/telepon selular/e-mail (bila ada)
b. Uraian mengenai hal yang menjadi dasar
permohonan yang meliputi:
i. kewenangan
Mahkamah;
ii. kedudukan hukum
(legal standing) Pemohon yang berisi uraian yang jelas mengenai anggapan
Pemohon tentang hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang dirugikan
dengan berlakunya UU yang dimohonkan untuk diuji;
iii. alasan permohonan
pengujian diuraikan secara jelas dan rinci.
c. Hal-hal yang dimohonkan untuk diputus dalam
permohonan pengujian formil, yaitu:
i. mengabulkan permohonan
Pemohon;
ii. menyatakan bahwa pembentukan UU
dimaksud tidak memenuhi ketentuan pembentukan UU berdasarkan UUD 1945;
iii. menyatakan UU tersebut tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat.
d. Hal-hal yang dimohonkan untuk diputus dalam
permohonan pengujian materiil, yaitu:
i. mengabulkan permohonan
Pemohon;
ii. menyatakan bahwa materi
muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari UU dimaksud bertentangan dengan UUD
1945;
iii. menyatakan bahwa materi muatan
ayat, pasal, dan/atau bagian dari UU dimaksud tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat.
(lihat Pasal 31 UU MK jo. Pasal 5
Peraturan MK No. 06/PMK/2005 Tahun 2005 tentang Pedoman Beracara dalam
Perkara Pengujian Undang-Undang – Peraturan MK 6/2005).
Pengajuan permohonan harus disertai dengan
alat bukti yang mendukung permohonan tersebut yaitu alat bukti berupa (Pasal
31 ayat [2] jo. Pasal 36 UU MK):
a. surat atau tulisan;
b. keterangan saksi;
c. keterangan ahli;
d. keterangan para pihak;
e. petunjuk; dan
f. alat bukti lain berupa
informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara
elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.
Di samping diajukan dalam bentuk tertulis
permohonan juga diajukan dalam format digital yang disimpan secara elektronik
dalam media penyimpanan berupa disket, cakram padat (compact disk)
atau yang serupa dengan itu (lihat Pasal 5 ayat [2] Peraturan MK
6/2005).
Tata cara
pengajuan permohonan:
1. Permohonan diajukan kepada Mahkamah melalui
Kepaniteraan.
2. Proses pemeriksaan kelengkapan administrasi
permohonan bersifat terbuka yang dapat diselenggarakan melalui forum
konsultasi oleh talon Pemohon dengan Panitera.
3. Petugas Kepaniteraan wajib memeriksa
kelengkapan alat bukti yang mendukung permohonan sekurang-kurangnya berupa:
a. Bukti diri Pemohon sesuai dengan kualifikasi
sebagaimana dimaksud Pasal 51 ayat (1) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi, yaitu:
i. foto kopi identitas
diri berupa KTP dalam hal Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia,
ii. bukti keberadaan
masyarakat hukum adat menurut UU dalam hal Pemohon adalah masyarakat hukum
adat,
iii. akta pendirian dan pengesahan badan
hukum baik publik maupun privat dalam hal Pemohon adalah badan hukum,
iv. peraturan perundang-undangan
pembentukan lembaga negara yang bersangkutan dalam hal Pemohon adalah lembaga
negara.
b. Bukti surat atau tulisan yang berkaitan
dengan alasan permohonan;
c. Daftar talon ahli dan/atau saksi disertai
pernyataan singkat tentang hal-hal yang akan diterangkan terkait dengan
alasan permohonan, serta pernyataan bersedia menghadiri persidangan, dalam
hal Pemohon bermaksud mengajukan ahli dan/atau saksi;
d. Daftar bukti-bukti lain yang dapat berupa
informasi yang disimpan dalam atau dikirim melalui media elektronik, bila
dipandang perlu.
4. Apabila berkas permohonan dinilai telah
lengkap, berkas permohonan dinyatakan diterima oleh Petugas Kepaniteraan
dengan memberikan Akta Penerimaan Berkas Perkara kepada Pemohon.
5. Apabila permohonan belum lengkap, Panitera
Mahkamah memberitahukan kepada Pemohon tentang kelengkapan permohonan yang
harus dipenuhi, dan Pemohon harus sudah melengkapinya dalam waktu
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya Akta Pemberitahuan
Kekuranglengkapan Berkas.
6. Apabila kelengkapan permohonan sebagaimana
dimaksud ayat (7) tidak dipenuhi, maka Panitera menerbitkan akta yang
menyatakan bahwa permohonan tersebut tidak diregistrasi dalam BRPK dan
diberitahukan kepada Pemohon disertai dengan pengembalian berkas permohonan.
7. Permohonan pengujian undang-undang diajukan
tanpa dibebani biaya perkara.
(lihat Pasal
6 Peraturan MK 6/2005).
|
Disarikan dari berbagai sumber
NOOR
AUFA,SH,CLA
Advokcate-Legal
Consultant-Mediator-Legal Auditor
+6282233868677
(Phone/WA)